Uang Japuik dan Uang Hilang: Representasi Nilai-Nilai Hukum Adat dalam Perkawinan dan relevansinya dalam pembangunan hukum di Indonesia
DOI:
https://doi.org/10.62263/jlh.v1i1.88Keywords:
Hukum Adat, Pembangunan Hukum, Perkawinan, Uang Japuik dan Uang HilangAbstract
Perkawinan dalam masyarakat Minangkabau tidak hanya merupakan ikatan antara dua individu, tetapi juga sebuah peristiwa sosial dan kekerabatan yang diatur dalam tatanan hukum adat. Salah satu ciri khasnya adalah praktik uang japuik dan uang hilang, yang mencerminkan sistem matrilineal serta nilai-nilai penghargaan dan tanggung jawab sosial. Dalam perkembangan masyarakat modern, praktik ini seringkali disalahpahami dan bahkan mengalami pergeseran makna, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan baik dalam tataran sosial maupun pemaknaan terhadap hukum adat itu sendiri. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana uang japuik dan uang hilang merepresentasikan nilai-nilai hukum adat Minangkabau, serta bagaimana relevansinya dalam kerangka pembangunan hukum nasional di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis normatif dengan pendekatan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa uang japuik dan uang hilang berfungsi sebagai mekanisme sosial yang menegaskan prinsip musyawarah, tanggung jawab kolektif, dan pengakuan sosial. Keduanya merupakan bagian dari living law yang masih dijalankan dalam masyarakat dan dapat berkontribusi pada pembentukan sistem hukum nasional yang lebih plural dan kontekstual. Oleh karena itu, revitalisasi nilai dan pemahaman hukum adat menjadi penting dalam menjaga keberlanjutan warisan budaya dan identitas hukum lokal.
Marriage in Minangkabau society is not only a bond between two individuals, but also a social and kinship event regulated in the customary law order. One of its distinctive features is the practice of japuik money and lost money, which reflects the matrilineal system as well as the values of social reward and responsibility. In the development of modern society, this practice is often misunderstood and even experiences a shift in meaning, thus causing various problems both at the social level and the meaning of customary law itself. The main problem in this study is how japuik money and lost money represent the values of Minangkabau customary law, as well as how relevant they are in the framework of national legal development in Indonesia. This study uses a normative Juridical method with a literature study approach. The results of the study show that japuik money and lost money function as social mechanisms that affirm the principles of deliberation, collective responsibility, and social recognition. Both are part of the living law that is still being implemented in society and can contribute to the formation of a more plural and contextual national legal system. Therefore, revitalizing the values and understanding of customary law is important in maintaining the sustainability of cultural heritage and local legal identity.











